Di tengah bisingnya kota Surabaya, di antara tumpukan kardus dan sampah plastik, ada seorang lelaki tua dengan kaki pincang dan mata yang selalu tertunduk. Namanya Pak Juhri. Umurnya sekitar 65 tahun, tubuhnya kurus dan tangannya kasar. Setiap hari, ia menarik gerobak kecil untuk mengumpulkan botol dan kardus bekas. Tapi siapa sangka, lelaki sederhana yang bahkan tak tahu cara menulis namanya sendiri ini… ternyata menyimpan sesuatu yang luar biasa: ia hafal 30 juz Al-Qur’an tanpa satu huruf pun meleset. Dan ketika ia diuji di depan ratusan jamaah masjid besar, semua orang hanya bisa menangis.
Kisahnya Terungkap Gara-Gara Ia Tak Bisa Menjawab Nama Jalan
Semuanya bermula ketika Pak Juhri ditemukan tertidur di depan sebuah toko fotokopi dekat Masjid Al-Ikhlas. Seorang pemuda bernama Faiz yang hendak shalat subuh melihatnya menggigil di atas kardus basah. Faiz pun membawanya masuk ke masjid dan memberinya sarung hangat serta segelas teh.mg 4d
Saat ditanya alamat rumah, Pak Juhri justru menjawab dengan ayat: “Walladzina yabituna lirabbihim sujjadan wa qiyama…”
Faiz bingung. Ia kira Pak Juhri sedang meracau. Tapi saat ia lanjut bertanya, jawaban-jawabannya justru selalu potongan ayat-ayat yang tersusun rapi. Faiz curiga. “Pak… bapak hafal Qur’an?”
Pak Juhri tertawa. “Sedikit-sedikit, Mas. Kalau dibuka satu surat, saya ingat semua isinya.”
Faiz langsung memanggil ustaz setempat.
Saat Diuji Surat Acak, Tak Satu Ayat Pun Salah
Keesokan malamnya, Ustaz Zainuddin, imam masjid yang dikenal ketat soal tajwid, mengumpulkan jamaah. Ia menguji Pak Juhri dengan surat acak dari berbagai juz. Dari surat Al-Baqarah, An-Nisa, Maryam, sampai At-Takwir. Tanpa mushaf. Tanpa bantuan. Dan tak ada satu pun ayat yang salah. Tajwidnya pun nyaris sempurna.
“Pak… siapa yang ngajarin bapak?” tanya sang ustaz dengan suara bergetar.
“Saya sering dengar orang ngaji dari masjid. Saya enggak bisa baca. Tapi saya dengar terus, hafal terus,” jawabnya polos.
Ruangan masjid sunyi. Beberapa orang mulai terisak. Seorang ibu langsung sujud sambil menangis. Dan sang ustaz… hanya bisa menutupi wajahnya dengan sajadah.
Ia Belajar dari Suara Masjid dan Radio Bekas
Ternyata sejak muda, Pak Juhri memang buta huruf. Ia tak pernah sekolah, bahkan tak pernah punya KTP. Tapi ia sering tidur di dekat masjid, dan mendengar orang-orang mengaji.
Suatu hari di tahun 1995, ia menemukan radio bekas di tempat sampah. Ia bawa pulang dan perbaiki. Sejak itu, setiap malam ia mendengarkan lantunan Al-Qur’an dari radio. Ia tak tahu artinya, tapi ia hafal bunyinya. Ia mengulang, mengulang, dan terus mengulang.
“Saya enggak tahu maknanya, tapi hati saya tenang kalau dengar ayat. Jadi saya hafalin biar bisa tenang terus.”
Selama lebih dari 20 tahun, ia menghafal Qur’an tanpa pernah menyentuh mushaf. Ia tak bisa baca huruf Arab. Tapi otaknya memutar ulang ayat-ayat itu seperti kaset. Seakan ruhnya menyerap setiap lafaz dari udara.
Video Ujian Hafalan Itu Viral dalam Semalam
Faiz merekam sebagian dari momen pengujian itu dan mengunggahnya ke TikTok. Dalam semalam, video itu ditonton lebih dari 5 juta kali. Komentar membanjir.
“Ya Allah… saya bisa baca, tapi saya enggak hafal satu juz pun. Malu rasanya.”
“Ini bukti, kemuliaan itu bukan soal ijazah, tapi hati.”
“Saya nangis, benar-benar nangis. Hafalan Qur’an dari suara? Ini bukan orang biasa.”
Media datang. Wartawan mewawancarai Pak Juhri. Tapi ia hanya menjawab pelan, “Saya enggak ngerti kamera, Nak. Tapi kalau kalian mau dengar surat Al-Mulk, saya bisa bacakan.”
Dan ia pun melantunkan ayat-ayat itu dengan suara parau tapi penuh khusyuk. Semua yang mendengarnya tak bisa berkata apa-apa.
Ia Pernah Diusir dari Masjid Karena Bau Sampah
Yang lebih menyedihkan, dulu ia sering diusir dari masjid-masjid karena bau badannya yang apek akibat memulung. Pernah suatu hari saat Ramadan, ia datang untuk ikut buka puasa, tapi panitia menyuruhnya pergi. “Ini tempat bersih. Bapak kan bawa sampah.”
Tapi ia tak pernah marah. Ia tetap datang shalat. Duduk paling pojok. Diam. Lalu pergi sebelum ditanya lagi.
“Saya tahu saya kotor. Tapi saya juga pengen denger orang baca Qur’an.”
Dan kini, masjid yang dulu pernah menolaknya justru mengundangnya jadi tamu kehormatan. Allah memang punya cara membalikkan keadaan.
Ia Menolak Semua Bantuan Kecuali Satu Hal Saja
Setelah videonya viral, banyak orang datang membawa uang. Ada yang ingin mendaftarkannya naik haji. Ada yang ingin merenovasi rumah kontrakannya. Tapi Pak Juhri menolak semua.
“Saya enggak butuh banyak. Tapi kalau bisa… ajarin saya baca. Saya ingin bisa baca Qur’an sendiri sebelum saya mati.”
Permintaannya sederhana. Ia tak minta harta. Ia cuma ingin mengenal huruf-huruf suci yang selama ini hanya ia hafal lewat suara.
Kini, setiap pagi, dua orang santri datang ke tempat tinggalnya dan mengajari Pak Juhri mengeja satu per satu huruf Hijaiyah. Dan meski lambat, ia belajar dengan air mata.
“Saya ingin baca surat Al-Ikhlas, bukan cuma hafal. Saya ingin mata saya ikut bicara pada Allah.”
Penghargaan Datang, Tapi Ia Tetap Memulung
Beberapa bulan kemudian, Pak Juhri diberi penghargaan oleh Kementerian Agama. Ia diundang ke Jakarta untuk menerima medali sebagai Hafiz Inspiratif. Tapi apa yang ia lakukan setelah itu? Ia pulang ke Surabaya, dan besoknya kembali menarik gerobak.
“Saya enggak pengen jadi siapa-siapa. Saya cuma mau hidup tenang.”
Ketika ditanya kenapa masih memulung, ia menjawab, “Karena gerobak ini juga pernah bawa radio yang ngajarin saya Qur’an.”
Penutup: Tak Bisa Baca, Tapi Hatinya Penuh Cahaya
Kisah Pak Juhri adalah tamparan lembut untuk kita semua. Di saat banyak dari kita bisa membaca Qur’an tapi malas melakukannya, ada seorang pemulung yang bahkan tak kenal huruf tapi hatinya penuh hafalan suci. Ia tak punya jadwal tahfidz, tak punya mushaf digital, tak pernah ikut program one day one juz. Tapi ia punya satu hal yang tak semua orang punya: kecintaan tulus tanpa syarat kepada Kalamullah.
Allah memilih siapa saja yang Ia kehendaki untuk menjaga firman-Nya. Dan kadang, penjaga itu bukan dari pesantren mewah, bukan dari alumni Timur Tengah, tapi dari jalanan, dari tumpukan sampah, dari lelaki tua yang cuma ingin satu hal: